Menguak Kekejian Diktator Dunia
Judul Buku : Tangan Besi: 100 Tiran Penguasa Dunia
Penulis : Monsanto Luka
Penerbit : Galangpress, Yogyakarta
Cetakan : 1, 2008
Tebal : 291 Halaman
Peresensi : Iqro' Alfirdaus
Diktator berasal dari bahasa Latin, dictare, yang artinya berkata, bersabda. Oleh Jules Archer, diktator diartikan sebagai seorang penguasa yang mencari dan mendapatkan kekuasaan mutlak pemerintahan tanpa (biasanya) memperhatikan keinginan-keinginan nyata rakyatnya. Kekuasaan mutlak itu dapat diperolehnya baik dengan jalan sah (misalnya lewat pemilihan umum) ataupun tak-sah (misalnya kudeta). Dengan begitu, seorang diktator bukan melulu pribadi rusak, kejam, tak bermoral. Ada diktator yang taat agama. Ada pula yang bersahaja. Ada yang ilmuwan universitas.
Kemunculannya seringkali dengan memanfaatkan masa-masa ketidakpuasan dan pertentangan penduduk sipil. Bila telah mendapatkan dan mengurat-akarkan kekuasaannya, seorang diktator biasanya akan terang-terangan memakai teror untuk menyingkirkan usaha-usaha menggulingkannya. Selain cara itu, seorang diktator juga memakai “taktik pecah-belah dan lumpuhkan.” Akibatnya, gaya pemerintahannya adalah pemerintahan terpusat dan kuat yang memperlemah pemerintahan-pemerintahan lokal.
Popularitas adalah hal penting bagi seorang diktator. Sewajarnya bila ia sering meneriakkan perang pada negara lain atau mempengaruhi rakyat agar menentang kekuatan-kekuatan besar dunia. Dengan begitu, popularitasnya di mata rakyat naik, semua perhatian hanya tertuju pada musuh. Adapun dirinya dan kekuasaannya terlupakan oleh rakyat banyak yang sedang terbius. Mereka sebagai sebuah bangsa, telah dijadikan masyarakat yang tertutup. Hal ini dilakukan dengan pengendalian ketat surat kabar-surat kabar, radio, televisi, film, pemikiran-pemikiran, dan menggunakan semua itu untuk propaganda.
Bangsa yang terbiasa dengan penjajahan, seringkali menerima kediktatoran dengan masa bodoh. Bahkan sering seorang diktator dianggap sebagai pahlawan pada mulanya. Karena terbiasa taat dengan penindasan, mereka memilih bersikap bungkam sambil berharap pada pemerintah yang mengontrol hidup mereka. Mereka terima sebagai hal yang normal jika satu tokoh-kuat tetap pada kekuasaannya, sampai pada saat digulingkan lagi oleh sosok yang lebih kuat.
Para diktator yang sering digambarkan sebagai sosok yang tangannya berdarah-darah, memerintah dengan tangan besi, membunuh semua lawan politik dan musuh-musuhnya. Mereka melakukan apapun saja demi memcapai segala yang diinginkannya. Tidak memandang saudara, keluarga atau teman. Semuanya disingkirkan demi sebuah kekuasaan. Mereka memimpin negara dengan sangat keji. Kekerasan adalah jalan menuju kejayaan.
Pada bangsa Eropa, kediktatoran biasanya lahir dari rahim revolusi. Sedangkan pada negara-negara Amerika latin, kediktatoran biasanya muncul karena kudeta militer dan dukungan Yankee (baca;AS) untuk melindungi investasi Amerika di sana. Pada negara-negara bekas jajahan kolonial seperti Cina dan Indonesia, kediktatoran lebih disebabkan oleh sikap masa bodoh rakyat terhadap pemerintahan. Kediktatoran mengakibatkan penderitaan yang panjang bagi sebagian besar rakyatnya. Korban jiwa manusia akibat perang, pembunuhan politik, dan pembantaian massal menjadi bagian kelam sepak terjangnya.
Oleh karena itu, kehadiran buku ini adalah sumbangan besar bagi perkembangan pengetahuan di tanah air, khususnya sejarah yang berhubungan dengan para diktator atau tiran yang terkenal dalam kepemerintahannya dengan tangan besi. Membaca buku ini, pembaca setidaknya mendapatkan, pertama, bagaimana kebengisan dan kekejian seorang diktator yang ada pada masa lampau hingga sekarang. Dan kedua, faktor-faktor yang menentukan bagi lahirnya kediktatoran antara lain: kemiskinan, depresi ekonomi dunia, perang, dan juga dukungan pihak luar.
Namun, yang perlu diketahui oleh pembaca bahwa buku ini hanya seperti sebuah klipingan dengan sampul yang meyakinkan seolah-olah menunjukkan bahwa isinya sangat menarik dan sesuai dengan apa yang terdapat pada sampulnya. Isi buku ini hanya sebagiaan saja yang secara detail menjelaskan tentang kediktatoran penguasa di dunia, selebihnya hanyalah sebuah informasi tentang nama sang diktator dan tempat di mana ia berkuasa.
Meskipun buku ini menjelaskan sedikit tentang 100 tokoh tiran di dunia dalam menjalankan kepemimpinannya yang dengan tanpa rasa kemanusiaan melakukan bermacam kejahatan dan pelanggaran terhadap HAM, baik dalam sektor politik dan perekonomian, tetapi sebenarnya buku ini mengajak kita untuk merenungkan apakah pada pemeritahan kita saat ini mengalami hal tersebut.
Penguasa diktator atau tiran tidak hanya hidup di masa lampau. Di zaman modern ini pun mereka masih bisa eksis. Demokrasi mereka kebiri. Roda kekuasaan fasistis justru lancar menggilas. Kekuasaan haus tumbal itu meraja di mana-mana. Buku ini membeberkan siapa saja penguasa dunia yang mencaplok negara dengan tangan besinya: totaliter dan bengis. Ada Adolf Hitler, Fidel Castro, Mao Tse-Tung, Augusto Pinochet, Benito Mussolini, Mabutu Sese Seko, Gengis Khan, Elizabeth Bathory, Saddam Husein, hingga Soekarno. Tidak tertinggal Soeharto mantan Orde Baru yang 27 Januari 2008 lalu tutup usia.
Penulis : Monsanto Luka
Penerbit : Galangpress, Yogyakarta
Cetakan : 1, 2008
Tebal : 291 Halaman
Peresensi : Iqro' Alfirdaus
Diktator berasal dari bahasa Latin, dictare, yang artinya berkata, bersabda. Oleh Jules Archer, diktator diartikan sebagai seorang penguasa yang mencari dan mendapatkan kekuasaan mutlak pemerintahan tanpa (biasanya) memperhatikan keinginan-keinginan nyata rakyatnya. Kekuasaan mutlak itu dapat diperolehnya baik dengan jalan sah (misalnya lewat pemilihan umum) ataupun tak-sah (misalnya kudeta). Dengan begitu, seorang diktator bukan melulu pribadi rusak, kejam, tak bermoral. Ada diktator yang taat agama. Ada pula yang bersahaja. Ada yang ilmuwan universitas.
Kemunculannya seringkali dengan memanfaatkan masa-masa ketidakpuasan dan pertentangan penduduk sipil. Bila telah mendapatkan dan mengurat-akarkan kekuasaannya, seorang diktator biasanya akan terang-terangan memakai teror untuk menyingkirkan usaha-usaha menggulingkannya. Selain cara itu, seorang diktator juga memakai “taktik pecah-belah dan lumpuhkan.” Akibatnya, gaya pemerintahannya adalah pemerintahan terpusat dan kuat yang memperlemah pemerintahan-pemerintahan lokal.
Popularitas adalah hal penting bagi seorang diktator. Sewajarnya bila ia sering meneriakkan perang pada negara lain atau mempengaruhi rakyat agar menentang kekuatan-kekuatan besar dunia. Dengan begitu, popularitasnya di mata rakyat naik, semua perhatian hanya tertuju pada musuh. Adapun dirinya dan kekuasaannya terlupakan oleh rakyat banyak yang sedang terbius. Mereka sebagai sebuah bangsa, telah dijadikan masyarakat yang tertutup. Hal ini dilakukan dengan pengendalian ketat surat kabar-surat kabar, radio, televisi, film, pemikiran-pemikiran, dan menggunakan semua itu untuk propaganda.
Bangsa yang terbiasa dengan penjajahan, seringkali menerima kediktatoran dengan masa bodoh. Bahkan sering seorang diktator dianggap sebagai pahlawan pada mulanya. Karena terbiasa taat dengan penindasan, mereka memilih bersikap bungkam sambil berharap pada pemerintah yang mengontrol hidup mereka. Mereka terima sebagai hal yang normal jika satu tokoh-kuat tetap pada kekuasaannya, sampai pada saat digulingkan lagi oleh sosok yang lebih kuat.
Para diktator yang sering digambarkan sebagai sosok yang tangannya berdarah-darah, memerintah dengan tangan besi, membunuh semua lawan politik dan musuh-musuhnya. Mereka melakukan apapun saja demi memcapai segala yang diinginkannya. Tidak memandang saudara, keluarga atau teman. Semuanya disingkirkan demi sebuah kekuasaan. Mereka memimpin negara dengan sangat keji. Kekerasan adalah jalan menuju kejayaan.
Pada bangsa Eropa, kediktatoran biasanya lahir dari rahim revolusi. Sedangkan pada negara-negara Amerika latin, kediktatoran biasanya muncul karena kudeta militer dan dukungan Yankee (baca;AS) untuk melindungi investasi Amerika di sana. Pada negara-negara bekas jajahan kolonial seperti Cina dan Indonesia, kediktatoran lebih disebabkan oleh sikap masa bodoh rakyat terhadap pemerintahan. Kediktatoran mengakibatkan penderitaan yang panjang bagi sebagian besar rakyatnya. Korban jiwa manusia akibat perang, pembunuhan politik, dan pembantaian massal menjadi bagian kelam sepak terjangnya.
Oleh karena itu, kehadiran buku ini adalah sumbangan besar bagi perkembangan pengetahuan di tanah air, khususnya sejarah yang berhubungan dengan para diktator atau tiran yang terkenal dalam kepemerintahannya dengan tangan besi. Membaca buku ini, pembaca setidaknya mendapatkan, pertama, bagaimana kebengisan dan kekejian seorang diktator yang ada pada masa lampau hingga sekarang. Dan kedua, faktor-faktor yang menentukan bagi lahirnya kediktatoran antara lain: kemiskinan, depresi ekonomi dunia, perang, dan juga dukungan pihak luar.
Namun, yang perlu diketahui oleh pembaca bahwa buku ini hanya seperti sebuah klipingan dengan sampul yang meyakinkan seolah-olah menunjukkan bahwa isinya sangat menarik dan sesuai dengan apa yang terdapat pada sampulnya. Isi buku ini hanya sebagiaan saja yang secara detail menjelaskan tentang kediktatoran penguasa di dunia, selebihnya hanyalah sebuah informasi tentang nama sang diktator dan tempat di mana ia berkuasa.
Meskipun buku ini menjelaskan sedikit tentang 100 tokoh tiran di dunia dalam menjalankan kepemimpinannya yang dengan tanpa rasa kemanusiaan melakukan bermacam kejahatan dan pelanggaran terhadap HAM, baik dalam sektor politik dan perekonomian, tetapi sebenarnya buku ini mengajak kita untuk merenungkan apakah pada pemeritahan kita saat ini mengalami hal tersebut.
Penguasa diktator atau tiran tidak hanya hidup di masa lampau. Di zaman modern ini pun mereka masih bisa eksis. Demokrasi mereka kebiri. Roda kekuasaan fasistis justru lancar menggilas. Kekuasaan haus tumbal itu meraja di mana-mana. Buku ini membeberkan siapa saja penguasa dunia yang mencaplok negara dengan tangan besinya: totaliter dan bengis. Ada Adolf Hitler, Fidel Castro, Mao Tse-Tung, Augusto Pinochet, Benito Mussolini, Mabutu Sese Seko, Gengis Khan, Elizabeth Bathory, Saddam Husein, hingga Soekarno. Tidak tertinggal Soeharto mantan Orde Baru yang 27 Januari 2008 lalu tutup usia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar